Hari yang paling gue nantikan akhirnya tiba! Hari ini untuk pertama kalinya seluruh peserta IYD dari seluruh Indonesia berkumpul. Super excited!! Semua kontingen akan melakukan devile di kota Manado.
Pagi itu gue bisa bangun agak siangan karena rombongan paroki Kokoleh diminta berkumpul jam 11, namun emang dasar gue kebo, bangun jam 9 aja rasanya masih ngantuk. Sebelum mandi, kita disediain sarapan sama tante Nes. Walau menunya cuma singkong rebus, sambal ikan roa, sama kacang yang baru aja disangrai, tapi selesai makan rasanya kenyang banget.
Setelah mandi dan bersiap-siap, secara bergantian kita diantar OMK setempat naik motor ke paroki. Di tengah jalan, berhenti dulu di salah satu rumah warga dan diminta makan. Kan gue baru aja makan ya? Tapi nggak enak juga mereka udah nyiapin, jadi mau nggak mau gue makan deh tuh nasi sama ikan.
Sesampainya di paroki, suasana langsung rempong pembagian mobil untuk menuju stadion, ditambah tiba-tiba hujan jadi nggak mungkin duduk di luar kalo yang pake mobil pick up. Gue berakhir ditempatin di mobil seorang bapak yang bernama om Wem dan anaknya. Selama perjalanan, sesekali om Wem menanyakan posisi rombongan lainnya. Karena miskom, ternyata tadi gue udah berangkat lebih dulu dibanding yang lain jadi mereka masih jauh di belakang.
Di tengah perjalanan, ternyata gue melewati Monumen Yesus Memberkati yang jadi objek foto terkenal di Manado. Om Wem pun menawarkan gue untuk foto di situ. Nggak tau kapan bakal ke sini lagi, gue pun menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya walau nggak bisa foto dari atas. Yang penting puas banget kesampean untuk foto si monumen ini.
Mendekati stadion di Manado, gue update keberadaan teman-teman yang lain. Setelah parkir, gue berusaha mencari mereka berdasarkan foto yang dipost di grup. Udah muter-muter sekian lama bahkan sampai balik ke tempat awal, kok nggak ada tanda-tanda rombongan. Mulai panik lah gue karena devile udah mau mulai. Tiba-tiba, gue ketemu OMK Kokoleh, mereka bilang harusnya gue dibawa ke Lapangan Koni, bukan ke Stadion Klabat tempat di mana gue berada sekarang, walau emang nanti tujuan akhir devilenya ke sini. DEMI APA??!! Ya mana gue tahu, gue kira om Wem udah tau harus bawa gue ke mana.
Bagaikan anak itik yang hilang, gue mencari cara untuk menuju Lapangan Koni. Untung ada Ojon, salah satu OMK Kokoleh yang berbaik hati mengantarkan gue ke sana dengan motornya. Sepanjang jalan, gue nggak tenang sama sekali mana jalanan juga padat karena adanya acara ini. Sekitar 15 menit kemudian, akhirnya gue tiba di Lapangan Koni dan menemukan semua rombongan! Sumpah, mau nangis rasanya, perasaan campur aduk antara kesel, panik, dan lega.
Bersyukur saat gue nyampe, rombongan belum berangkat. Bahkan, gue masih sempet foto-foto sama kontingen lain. Semua sudah siap dengan pakaian daerah dan atributnya masing-masing. Benar-benar merupakan suatu pengalaman yang berharga buat gue bisa ngeliat kebudayaan Indonesia yang kaya dan beraneka ragam ini di depan mata. Pengalaman 2 kali misi budaya kalo devile bawa nama Indonesia dan ngeliat rombongan lain pakai pakaian khas negaranya masing-masing, kali ini ngeliat dari negara sendiri namun udah beragam dan bagus-bagus banget rasanya takjub.
Secara bergiliran, masing-masing kontingen berjalan meninggalkan Stadion Kodi menuju Stadion Klabat. Devile diawali dengan marching band dan cheerleader perwakilan dari berbagai sekolah.
Sepanjang jalan, warga Manado antusias banget melihat kita. Pemerintah setempat juga turut mendukung dan menyiapkan acara ini dengan maksimal. Setiap kontingen Jakarta lewat, pasti nama Ahok yang disebut warga. Eksis banget beliau di sini. Hal paling menarik yang gue temukan yaitu angkot Manado. Semuanya berwarna biru dan pasang lagu ngebeat keras-keras yang menarik perhatian.
Bersama Om Frans dan keluarga |
Suasana begitu meriah mendekati Stadion Klabat. Sesampainya di sana, selain disambut pasukan keluarga live-in, keadaan juga diramaikan oleh OMK dan warga setempat. Tak lama setelah semua kontingen berkumpul, acara langsung dimulai dengan misa.
Gue bener-bener nggak tau misa dipimpin Mgr. Guido Filipazzi, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia. Begitu beliau masuk bersama jejeran para uskup diiringi tari Maengket, gue langsung merinding. Iringan tari Maengket dan alunan musik khas Sulawesi memberikan suasana misa yang berbeda.
Setelah misa, acara dilanjutkan dengan penampilan dari berbagai performer. Lagi-lagi gue terkesima dan nggak percaya bisa menyaksikan acara hiburan malam itu karena bagus-bagus semua dan menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Ada beatbox lagu daerah diiringi street dance, choir dengan gerakan tarian Bali, medley tarian daerah, macem-macem pokoknya. Nggak cuma anak muda dan awam yang mengisi, bahkan sampai para suster juga ikutan ngisi acara dengan menari! Sembari menonton, gue sambil muter-muter keliling untuk berfoto bersama kontingen lain dan menemui teman-teman regio Jawa yang pada malam puncak nanti akan menari bersama. Acara ditutup dengan menyanyikan bersama theme song IYD dan kembang api.
Kapan lagi bisa foto sama Mgr. Ignatius Suharyo? (beliau ada di bawah tulisan Jakarta) |
Beatbox + street dance |
Bajunya eye catching banger! |
Sama teman-teman Kontingen Bandung |
Kontingen Malang |
Kontingen Keuskupan Agung Semarang |
Hari ini merupakan hari yang paling berkesan buat gue selama IYD. Gue sangat merasa diberkati dan bersyukur bisa punya pengalaman seperti hari ini.
Selesai acara, walau rasanya super ngantuk, tapi hati senang. Masing-masing kontingen beranjak ke tempat penginapan yang baru. Kontingen Jakarta mendapat tempat di Seminari Pineleng. Gue sekamar dengan Feli dan Jovita. Segera setelah beberes dan bersih-bersih, kita langsung beristirahat dengan pulas didukung oleh kamar yang pewe.
0 comments