Nggak terasa, perasaan baru aja nyampe di Tarabitan, tiba-tiba udah harus meninggalkan tempat ini. Pagi-pagi dimulai dengan menikmati Pantai Patuku. Secara bergiliran kita naik motor pergi dan pulang dari pantai. Anginnya super kenceng pas naik motor, sampai nggak bisa melek.
Santai banget rasanya begitu sampai di pantai. Secara ini hari Senin, hari di mana orang-orang masuk kerja dan seharusnya gue lagi magang, ini malah leyeh-leyeh. Kapan lagi ngerasain kayak gini.
Let's take a wefie! |
Saat jam makan siang, kita menuju ke rumah om Albert. Setelah cuci kaki dan bersih-bersih, kita membantu para ibu-ibu menyiapkan makanan buat malam nanti. Jadi, malam itu akan diadakan Malam Bakudapa di mana peserta IYD dan warga paroki Kokoleh akan berkumpul. Masing-masing stasi menyediakan makanan tertentu dan stasi Tarabitan diminta menyediakan Lalampa, semacam lemper yang diisi ikan cakalang.
Habis itu, saatnya makan siang. Sama om Albert, kita udah disiapin babi, cumi, dan pastinya ikan. Aduuh, udah nggak perlu nunggu-nunggu lagi, langsung tancap! Rasa babinya sebenernya enak banget, tapi ya itu babi di sini banyak lemaknya.
Setelah kenyang, berhubung nanti malam masih butuh energi untuk acara malam keakraban di Paroki Kokoleh, saatnya istirahat dan siap-siap. Sekitar pukul 6 sore, kita semua udah berkumpul di depan gereja untuk berangkat bersama. Sebelum berangkat, kita berfoto bersama keluarga masing-masing. Haduh, campur aduk rasanya karena malam ini udah nggak tinggal sama mereka lagi.
Bersama Bu Agustin, Pake Recky, dan Iven |
Setelah menempuh perjalanan kira-kira 1 jam, sampailah kita di Paroki Kokoleh. Sesampainya di sana, ternyata sudah ada beberapa yang datang dan doa rosario sudah dimulai. Rombongan yang lain datang menyusul dan mulai memenuhi daerah sekitar gua Maria.
Setelah selesai doa rosario dan sebelum memulai acara, kita menyantap makanan yang disiapkan dari stasi-stasi. Karena penasaran dan tadi pas bikin belum sempet nyoba, gue ngambil Lalampa-nya dulu. Rasanya hampir sama kayak lemper, tapi karena isinya ikan cakalang jadi bikin beda. Enak dan masih hangat pula.
Acara yang ditunggu-tunggu akhirnya dimulai. Diawali dengan beberapa sambutan lalu dilanjutkan berbagai hiburan. Gue sangat menikmati acara malam ini karena bisa ngeliat kebudayaan lokal dan keakraban begitu terasa, walau secara keselurahan agak kurang teratur waktunya dan tidak dibatasi. Walau diselenggarakannya di dalam gereja, tapi penonton bahkan pengisi acara dari umat agama lain juga turut berpartisipasi. Penampilan yang paling gue suka Tari Maengket. Sebagai penari, gue salut dan terinspirasi banget sama penarinya yang bisa dibilang sudah hampir lansia tapi bisa menarikan gerakan yang nggak sederhana dan teratur.
Persembahan dari kontingen Jakarta yang melibatkan semua peserta |
Tari Maengket |
Poco-poco ala Sulawesi |
Semakin malam, walau ngantuk dan lelah, kita tetap lanjut seru-seruan joget bareng sama OMK setempat sampai akhirnya pembagian tempat tinggal. Untuk semalam ini saja kita pindah ke rumah baru. Kali ini kita tinggalnya nggak sendiri tapi bersama peserta lainnya.
Malam itu sudah hampir pukul 11 dan gue dan 2 orang teman yang tinggal bareng baru tiba di rumah tante Nes, host yang baru. Nggak enak banget sejujurnya baru nyampe tengah malam, baru kenalan, langsung numpang tidur. Tapi tante Nes-nya baik banget. Sebenarnya, di gereja masih lanjut lagi acara kembang api. Untungnya, berhubung rumah ini lumayan jauh dari gereja dan gue beserta teman-teman satu rumah kompak udah nggak kuat lagi, kita memutuskan untuk tidur aja.
0 comments