Long Weekend in Jogja - Day 2 (May 14, 2015) - Part 1
Mengawali hari kedua yang kebetulan jatuh pas hari Kenaikan Yesus Kristus, kita udah niatin misa di Gereja St. Antonius Kota Baru jam 08.30. Tadinya mau berangkat pakai TransJogja aja, tapi akhirnya kita milih untuk naik taksi. Selain lebih cepet, biar penampilan nggak lepek gitu pas nyampe gereja. Ini kedua atau ketiga kalinya gw misa di sini. Yang unik dari gereja ini adalah orang-orang yang digambar di lukisan kisah perjanjian baru di dinding memakai pakaian adat Jawa. Berdasarkan pengalaman sih emang misanya tergolong cepet. Sesuai prediksi, 1 jam kemudian misa selesai.
Starting the second day, which was happened to be Ascension Day, we joined the mass at Gereja St. Antonius Kota Baru at 8.30am. This is my second or third time here. What makes the church interesting is the people on the wall paintings, which tells about New Testament, are drawn wearing Javanese traditional clothing.
Gereja St. Antonius Kotabaru |
Selesai misa kita mau ke Lokal Hotel di Jl. Jembatan Merah naik TransJogja. Kita harus ke Gejayan, halte terdekat dengan Lokal Hotel. Dari halte, kita jalan kaki menuju tempat. Jarak untuk jalan kaki bisa dibilang tanggung, deket nggak, jauh lumayan. Matahari yang cukup menyengat pas itu serasa bikin agak lebih jauh. Cukup di luar dugaan lokasi hotel yang cukup hits ini rada tersembunyi, dipikir ada di jalan besar. Patokannya literally ngelewatin jembatan merah sesuai nama jalan dan Universitas Mercu Buana, udah deket banget dari situ. Dari segi lokasi untuk akomodasi, gw nggak me-recommend karena kurang strategis dan di sekitar hotel rada sepi dan nggak ada hiburan. Mungkin kalo mau coba semalem boleh lah.
Untungnya Lokal Hotel juga punya restoran. Bisa ikutan hits tanpa perlu nginep, hehehe. Restonya super pewe dan cenderung nggak banyak orang. Nggak tau biasanya kayak gimana, tapi ini tergolong sepi untuk ukuran hari libur. Desainnya sesuai sama apa yang udah gw liat di foto-foto orang, motif batik Kawung bertebaran di berbagai tempat. Tempatnya pas buat meeting atau ngerjain tugas.
After the mass we went to Lokal Hotel at Jl. Jembatan Merah by TransJogja. We had to reach Gejayan, the closest terminal. We walked from there. The distance is not too close by walking, the heat made it worse. It was beyond my expectation that this current hip hotel location is a bit hidden. Just like the street name, you will pass red bridge (jembatan merah) and Universitas Mercu Buana, you are nearly there. In terms of location for an accommodation, I would not recommend this hotel because there are no attractions nearby.
Lokal Hotel also owns a restaurant. I love the ambience since there weren't many people although it's holiday. Lokal uses many Kawung (one of Indonesia's batik pattern) on its designs. The place is convenient for meeting and working on assignments.
Untuk menu, Lokal menyediakan makanan Indonesia sama Western. Harganya terjangkau untuk ukuran restoran kayak gini. Murah standar Jakarta, agak mahal standar Jogja. Gw pesen Lime Mojito dan Ayu pesen Guava Juice buat yang seger-seger. Karena udah sarapan di penginapan dan abis ini mau makan berat, jadi gw nyoba wafflenya aja. Wafflenya not bad, ditambah es krim vanilla dan saus strawberry/raspberry yang asam juga enak. Ayu yang tadinya nggak mau makan apa-apa berakhir pesen pancake. Super mengecewakan! Pancakenya tebel banget jadi bagian dalem kurang mateng dan bikin rasanya jadi agak aneh.
For the menu, Lokal provides Indonesian and Western food. The price is quite reasonable. I ordered Lime Mojito while Ayu had Guava Juice because we were looking for something refreshing. Since we already had breakfast at the guest house and we wanted to have big lunch after this, I just had waffle. The waffle was not bad, the vanilla ice cream and sour strawberry/raspberry sauce were good either. Ayu ordered pancake and it turned out very disappointing. It was very thick which made the inner dough was undercooked and taste so weird.
Lanjut dari Lokal, kita naik TransJogja lagi ke Museum Affandi di Jl. Laksda Adisucipto 167. Museum ini merupakan rumah pelukis Affandi sekaligus pameran lukisannya. Menurut keterangan di website-nya, museum ini tutup di hari libur nasional, tapi gw coba telfon dan katanya buka! Sesampainya di sana, kita langsung ke loket yang ada di bagian depan untuk beli tiket. Pengunjung lokal dikenakan tarif Rp20.000, sedangkan pengunjung internasional dikenakan Rp50,000. Itu udah termasuk free soft drink/es potong. Karena gw bawa kamera dan udah niat foto-foto, ada tambahan biaya Rp20.000, kalo kamera handphone Rp10.000,-.
Ini kedua kalinya gw ke sini. Untuk ukuran gw yang bukan peminat lukisan, gw cukup bisa menikmati tempat ini. Ada 3 galeri yang gw kunjungin. Di Galeri I, yang paling gw suka karena warna temboknya ngejreng, kita bisa ngeliat lukisan Affandi dari tahun awal sampai tahun akhir semasa hidupnya. Selain lukisan, di sini kita juga bisa liat patung, koleksi mobil, sepeda, dan beberapa barang yang Affandi pakai.
From Lokal, we moved to Museum Affandi at Jl. Laksda Adisucipto 167 by TransJogja. The museum is the house of a painter, Affandi as well as his gallery. Based on the information from the website, the museum is closed on national holiday, but I called and they said it was opened that day! As I arrived, I bought the entrance ticket. Domestic guests fee is Rp20.000 while foreigners is Rp50.000. The fee is included free soft drink/ice cream. Since I bring camera, there is Rp20.000 additional charge, for handphone camera is Rp10.000.
This is my second time here. For me who is not really an art enthusiast, I quite enjoyed being here. There are 3 galleries that could be explored. In Gallery 1, which I like the most because of the bright coloured walls, we can see Affandi's paintings from his early until late years. Besides paintings, here we could also see statues, car and bicycle collections, and some old stuff Affandi used.
Modified 1976 Colt Gallant |
Affandi and his wife's grave |
Di Galeri II kita bisa liat koleksi lukisan Affandi yang dijual dan juga karya beberapa seniman lainnya. Galeri ini terdiri dari 2 lantai. Lantai bawah untuk pameran dan lantai atas untuk penyimpanan. Pengunjung dilarang ke lantai atas, hanya untuk karyawan.
Gallery 2 is the exhibition for Affandi's painting collection that are for sale and also for the works of other artists. The gallery is a two-storey. The first floor is for exhibition while the second floor is for storage. The second floor is restricted for visitors.
Galeri III menampilkan koleksi lukisan keluarga Affandi. Seinget gw dulu pas pertama ke sini lagi direnovasi jadi nggak seluas sekarang. Di galeri ini pengunjung juga bisa sambil nonton video dokumenter Affandi. Kerennya, Affandi ngomong pake bahasa Inggris lho, dan terjemahannya pake bahasa Belanda.
Gallery III displays the works of Affandi's family. It was being renovated on my first visit and I feel it became more spacious now. In this gallery visitors can watch documentary video of Affandi. He talked in English and the subtitle is in Dutch.
Selain galeri, tempat tinggal Affandi juga menarik banget untuk diliat karena konsepnya yang unik. Yang paling menarik jelas kamar pribadinya yang ada di atas. Sedangkan di bawah yang tadinya untuk kamar tamu dan garasi, sekarang dipakai untuk Cafe Loteng, tempat di mana pengunjung bisa duduk-duduk menikmati free soft drink/es potong sekaligus liat-liat ataupun belanja souvenir. Ada juga gerobak yang dimofikasi jadi sebuah kamar, lengkap dengan dapur dan toilet. Sekarang gerobak ini difungsikan sebagai musholla.
Not only gallery but the house of Affandi is also interesting to see since it has unique concept. The most interesting part is his private bedroom on the second floor. The ground floor, which was used to be guest room and garage, is now used for Cafe Loteng, the place where visitors can enjoy their free soft drink/ice cream while looking at souvenirs sold. There is also a gerobak (traditional cart) which was modified as room with kitchen and restroom. Now the gerobak is functioned as musholla (praying room).
0 comments