Pages

  • HOME
  • ABOUT

WORLD OF NADA


Hari ini sebagian teman-teman kontingen udah harus pulang ke Jakarta, tapi beruntungnya gue dapet giliran pulang hari besoknya jadi bisa jalan-jalan dulu. Rombongan yang masih stay bisa jalan-jalan sendiri atau kembali tinggal bersama keluarga live-in. Cerita sedikit, tadinya gue mau jebe kontingen Bandung buat barengan extendnya, namun akhirnya gue nemu teman-teman dari KAJ yang sejalan juga jadi berakhir memilih sama mereka biar gampang koordinasinya.

Teman-teman extend gue terdiri dari Jovita, Victor, dan Adrian. Saking banyaknya kontingen Jakarta, gue baru kenal mereka ya pas di Manado ini. Pas banget di penginapan terakhir gue dan Jovita sekamar jadi bisa ngobrol-ngobrol dulu.

Pagi itu, gue bener-bener zombie mode-on secara cuma tidur sekitar 3 jam seusai penutupan IYD. Tapi gue dan yang lain udah harus bergegas pergi dan memulai hari. Beruntung banget Victor temenan sama frater di Skolastikat MSC yang emang tinggal ngesot dari Seminari Pineleng, jadi kita bisa menginap di sana.

Setelah menaruh barang, kita langsung berangkat menuju Bunaken. Ada angkot nganggur di depan, langsung kita tanya dan sekalian nawar untuk charter. Dan untungnya supirnya baik banget.
Hits banget angkotnya

Setelah sampai di checkpoint, kita siap menyeberang pulau. Sepanjang perjalanan keliling pulau, kita dipandu sama saudara temannya Jovita (biar bisa sekalian nego harga juga, hehe). Gue menikmati pemandangan sekaligus ngantuk berkat angin selama di kapal.





Sekitar setengah jam kemudian, sampailah kita di Bunaken! Karena kita mau snorkeling, kita langsung ganti baju renang dan kaki katak yang disewain. Wah, jadi nggak sabar gue.


Sumpah, ini sebenernya kegiatan yang bukan gue banget, tapi mumpung udah di sini ya dicoba deh. Mana gue udah nggak bisa berenang, jadi rada-rada gimana gitu. Pertama-tama, kita latihan pernafasan dengan alat snorkel nya. Awalnya gue masih kagok dan rada panik. Setelah mencoba untuk tenang, akhirnya mulai bisa dan terbiasa. Terus mulai deh muter-muter kesana kemari liat pemandangan bawah laut. Eh, tiba-tiba gue ketagihan. Sampai akhirnya mencoba bertahan di dalem laut buat foto-foto. Bener-bener ini pengalaman baru yang menyenangkan buat gue. Plus, makin seneng tiba-tiba gue bisa ngapung di air lagi, haha.




Setelah main-main di air, kita pindah ke Pulau Siladen. Di sini kita super ngaso duduk-duduk, jalan-jalan di sekitar. Tiap napak, telapak kaki rasanya kayak kebakar saking panasnya matahari.





Suka banget warna airnya!

Pas jalan-jalan, ternyata ada penginapan bagus di sini. Nggak disangka, banyak turis asingnya lagi berjemur. Semacem nemu pulau tersembunyi yang suka didatengin artis gitu lah. Ternyata di negara sendiri juga nggak kalah bagus.


Seusai menjadi anak pantai, kita kembali menuju ke kota dan dibawa ke Monumen Yesus Memberkati. Walau 3 hari sebelumnya gue udah ke sini pas kesasar, kali ini bisa liat dari angle yang bagus yaitu dari kawasan perumahan Citraland. Lumayan ada beberapa orang yang foto-foto juga, tapi nggak rame banget. Kebetulan lagi ada yang jualan es krim, pas banget butuh yang seger. Gue sangat menikmati suasana sore itu, serasa kembali ke masa kecil sore-sore jalan di komplek rumah.


Kita kembali ke seminari. Lumayan, berhubung belom makan kita disediain suguhan sore sama para frater. Saking lapernya, gue nggak sungkan buat makan. Dan akhirnya bisa mandi! Gila, seharian lepek banget ke sana ke mari belom mandi, cuma bilas doang abis main air tadi.


Malamnya, kita diajak makan keluar. Seneng banget bisa sambil menikmati suasana malam kota Manado. Kita makan di Kelapa 17, salah satu tempat makan di Ruko Mega Mas. Ini pertama kalinya gue mencoba ragey, sate babi yang panjangnya setengah meter! Tolong ini enak banget rasanya gurih-gurih gitu, dimakan sama kangkung dan dabu-dabu jadi makin mantep! Mumpung di sini juga, gue pesen Babi Tore, babi yang digoreng crispy. Ini juga mantep banget nggak kuat. So far, ini jenis masakan babi yang paling gue suka.



Kita dibawa ke jembatan Soekarno yang jadi icon baru kota Manado. Sukaaa banget sama lampunya yang warna-warni, serasa lagi di mana gitu. Pemandangan yang bagus menutup malam terakhir gue di Manado.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah berada 5 hari di Manado, nggak kerasa tiba-tiba hari ini udah di penghujung rangkaian acara IYD 2016. Walau ngantuk, tapi pagi itu rasanya semangat banget. Sebelum memulai acara, kita semua 'pemanasan' di venue utama dengan joget Gemu Famire, lagu dari Nusa Tenggara Timur yang lagi hits.


Acara 'Ngopi' kemarin ternyata masih berlanjut, namun hari ini nggak dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Pembicara kali ini juga makin oke-oke. Di antaranya Mgr. Joseph Suwatan selaku Uskup Manado, Bapak Agus Sriyono (Dubes RI) untuk Vatikan, Daniel Mananta yang bikin cewek-cewek histeris, dan Wregas Bhanuteja (sutradara film Prenjak yang memenangkan kategori film pendek di festival film Cannes). Dalam sesi ini, yang paling berkesan buat gue justru bapa Uskup Suwatan yang ngomongnya super blak-blakan dan ngena banget.



Kontingen Jakarta tiba-tiba meng-orange-kan venue berlindung dari tampias
Menu makan siang
Setelah makan siang, saatnya mengunjungi stand dari masing-masing kontingen. Masing-masing stand unik dengan ciri khas daerahnya masing-masing. Sayangnya, tiba-tiba hujan jadi agak kurang nyaman liat-liatnya.


Stand Kontingen Keuskupan Agung Jakarta

Ada untungnya hujan, kita jadi bisa kompakan pake jas hujan super ngejreng ini dan narik pengunjung ke stand kita
Nggak lama kemudian, gue dan teman-teman regio Jawa yang akan tampil malam ini udah harus bersiap-siap, terutama yang perempuan karena dandannya rempong. Awalnya, setelah selesai dandan, kita mau ikut misa penutup. Eh, nggak taunya dandannya seribet itu sampe harus skip misa. Bahkan kita baru selesai beberapa saat sebelum kita tampil.

Gue salut banget sama Romo Adi dari Malang selaku koreografer tarian yang terinspirasi dari doa 'Aku Percaya' ini. Jiwa seninya tinggi banget. Kalo nggak tau, nggak bakal nyangka beliau seorang romo. Selain jadi koreografer, beliau juga ikut nari, ngurus kostum, perintilan, dan dandanin kita semua. Beliau yang pakein kain cewek-cewek dan nyasak rambut suster yang nari juga. Romo juga memastikan penampilan kita maksimal. Untuk konde beberapa penari wanita termasuk gue, harus pakai pandan yang udah dipadatkan bentuknya jadi semacam donat besar dan pakai melati segar juga. Karena romo maunya semuanya segar, jadi bahan-bahan itu benar-benar baru dikirim hari itu dari Malang dan tiba sore harinya. Wow.


Romo Yogo dari Jakarta yang dipaksa ikutan nari lagi 'dikerjain'

Romo Adi lagi bikin rambutnya suster



Suasana belakang panggung

Seusai tampil
Penari regio Jawa perwakilan Jakarta: Aldo, Rayi, gue, dan Romo Yogo
Source: Denny Leewardus

Sama kontingen Bali

Suatu pengalaman yang luar biasa buat gue bisa menari di malam penutupan IYD ini. Banyak hal yang bikin gue senang dan bersyukur. Sekali-kali bisa menyalurkan minat tari gue ini di acara gereja. Selain itu, gue bisa dapet temen-temen baru, khususnya dari pulau Jawa. Sebagai orang Jawa yang sampai tahun 2010 rutin pulang ke kampung bokap di Boyolali, sewaktu latihan pertama bareng mereka bulan September lalu di Wisma Salam, rasanya nyambung dan kayak pulang kampung lagi. Bener-bener bahagia. Malam itu, gue juga berasa jadi manten Jawa dengan dandanan dan pakaian kayak gitu, hehehe. Di sisi lain, ada nggak enaknya juga jadi performer karena jadi nggak bisa nikmatin acara. Padahal, pengen juga liat penampilan dari regio lain yang pasti bagus juga dan nonjolin kebudayaan daerah. 

Setelah berganti baju dan beberes, gue kembali ke rombongan. Akhirnya rangkaian acara Indonesian Youth Day 2016 resmi ditutup. Kita merayakannya dengan joget Gemu Famire lagi, lagu ini benar-benar nggak bikin bosen dan menyatukan kita semua. Nggak rela semua ini harus berakhir, akhirnya semua lagu yang bikin joget dari berbagai daerah di Indonesia dipasang. Seru banget kita berdansa dan teman-teman dari Timur ngajarin berbagai gerakan untuk diikuti.



Walau acara IYD selesai, namun petualangan gue di Manado masih berlanjut. Silahkan ikuti ceritanya di postingan berikutnya.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Berbeda dengan hari sebelumnya yang meriah, hari ini bisa dibilang hari paling rohani. Gimana nggak, hari dimulai dengan misa jam 07.30 di venue utama. Pagi itu rasanya nggak rela harus bangun. Ngantuknya pol! Mana udara dingin pula, makin bikin mager. Untung semalem bela-belain mandi, jadi nggak perlu mandi lagi deh. Upss, ketauan.. hehe. Setelah beberes, gue sarapan nasi kuning yang sudah disiapkan dalam kotak plastik.

Amphitheatre Emmanuel Youth Center, Lotta merupakan venue utama IYD 2016. Dari Seminari Pineleng, kami menuju ke sana dengan berjalan kaki. Jaraknya lumayan sih jalan sekitar 10 - 15 menit, namun butuh perjuangan ekstra karena medannya naik turun jadi cukup menguras energi. Sesampainya di sana, sudah ada rombongan lain yang mengisi tempat. Amphitheatre yang dibangun untuk mendukung kegiatan IYD ini baru saja jadi, bahkan saat kami gunakan untuk misa pagi itu cat-nya masih belum kering. Inspirasi arsitektur dari bangunan ini yaitu bejana air dari kisah Kitab Suci tentang pernikahan di Kana.




Selesai misa, acara dilanjutkan dengan talkshow yang disebut dengan Ngopi (Ngobrol Pintar). Ngopi terdiri dari banyak banget topik yang dibahas dengan lokasi yang berbeda-beda. Dari sekian banyak topik, seluruh peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai nama yang tertulis pada name tag yang dibagikan sehingga pada akhirnya setiap orang akan mendapat 2 topik. Nama kelompoknya lucu-lucu, diambil dari nama makanan khas Manado.

Gue mendapat topik 'OMK dan Budaya dalam Era Globalisasi' di aula depan kapel Seminari Pineleng. Untung deket, sama aja balik ke penginapan ini mah. Narasumbernya ada Mgr. Silvester San (Uskup Denpasar), ibu Jelly Walanwendow yang sangat menginspirasi, dan satu orang yang awalnya dirahasiakan.


Eh, ada koreografer theme song IYD tahun ini
Setelah narasumber lain membawakan presentasi, yang bikin penasaran datang juga. Ternyata kelompok Ngopi kita kedatangan penyanyi Citra Scholastika. Langsung dong pada heboh. Orangnya humble banget dan kisahnya menginspirasi. Memenuhi permintaan peserta, di akhir Citra bersedia menyanyi untuk kita semua.


Akhirnya tibalah waktu makan siang, rasanya udah laper berat. Namun harus tetap bersabar karena makanan disajikan secara prasmanan. Walau dibagi ke 2 tempat, tetep aja ngantri karena orangnya banyak banget.

Setelah makan, gue harus berkumpul bersama teman-teman performer regio Jawa untuk blocking persiapan penampilan besok di venue utama. Sebelumnya, kita sudah latihan bersama di bulan September di Wisma Salam, tepat di perbatasan kota Jogja dan Magelang. Kali ini, personil sudah lengkap dengan tambahan teman-teman dari Malang yang waktu itu belum sempat bertemu. Walau senang ketemu mereka, di lain sisi gue ngantuk maksimal, mata udah pedes banget, ditambah jalan jauh, makan siang tadi langsung nggak berasa.

Gue tadinya berpikir masih ada waktu istirahat setelah selesai latihan berhubung waktu luang cukup panjang sampai acara berikutnya. Eh, nggak kerasa udah sore jadi mau nggak mau balik ke seminari untuk Jalan Salib. Sempet ada niat untuk skip aja karena bolak-balik seminari - venue utama rasanya udah kayak Jalan Salib tersendiri buat gue (lebay). Begitu nyampe, ternyata udah sampe pemberhetian ke-5. Di dalam kapel udah penuh, jadi nyari tempat yang kosong di luar. Setelah mendapat tempat pewe, sesekali gue memejamkan mata karena udah nggak tahan banget. Ampuni aku ya, Tuhan. Hehehe, namanya juga manusia.

Otw balik ke seminari, mencoba lewat jalan lain nembus dari Skolastikat MSC dan ada ornamen ini, jadilah foto-foto

Suasana Jalan Salib

Habis Jalan Salib, gue masuk ke kapel dan tiba-tiba mata langsung berbinar-binar. Wow, kapelnya bagus banget! Ini nggak kayak kapel. Tadi siang pas acara Ngopi, walau lama banget ada di aula, gue nggak begitu memperhatikan karena ditutup dan lampunya juga dimatikan. Saking kagumnya sama kapel ini, gue bersedia menunggu sampai sepi supaya bisa puas foto-foto.





Setelah Jalan Salib, lanjut Taize di venue utama. Sambil menunggu semua peserta datang, biar nggak sepi, MC memanggil salah satu peserta untuk sharing. Lah, doi berakhir curcol lama banget sampe gue udah nggak konsen. Taize pun dimulai. Seumur-umur, ini pertama kalinya gue melakukan doa Taize dan baru ngerasain kalo Taize itu doa yang diiringi lagu dan sifatnya lebih ke refleksi gitu. Awalnya gue berusaha untuk doa dalam keheningan, sampai akhirnya lagu yang sama diulang-ulang terus hingga gue udah mati gaya dan sempet ngilang (ketiduran) beberapa kali. Mana kontingen Jakarta duduk di tempat yang rada atas, bahaya gue bisa kejlungup.


Tersadar kita semua belum makan lagi dari makan siang dan perut udah keroncongan. Melihat panitia mulai membagikan makanan, gue jadi agak semangat. Saat dibagikan, kok cuma dikasih singkong polos? Hmm, mungkin abis ini dikasih lauk kali ya pikir gue. Nyatanya nggak, ternyata malam itu kita makan santapan sederhana. Gue speechless dan udah nggak mampu untuk berpikir lagi. Untung salah satu temen kita, Meisy, bawa Bon Cabe. Lumayan singkongnya jadi lebih berasa.
Menu makan malam: singkong plus Bon Cabe

Rangkaian acara itu ditutup dengan pengakuan dosa dan konsultasi. Tak perlu berlama-lama lagi, karena gue udah pengen cepet-cepet tidur, gue langsung mereflesikan dosa-dosa gue dan mencari romo. Untuk melayani umat sebanyak itu, pasukan romo pun dikerahkan. Gue menghindari area bawah karena selain terang, jarak antar romo satu dengan lainnya berdekatan, jadi bisa kedengeran sama orang lain. Gue memilih untuk ngaku dosa di luar karena gelap dan lebih sepi, ditambah romonya juga nggak gue kenal jadi bisa lebih bebas. Eh, ternyata nggak cuma ngaku dosa, gue malah melanturkan beberapa pertanyaan yang mengganjal. Setelah melakukan penitensi, akhirnya gue bisa kembali ke seminari dan merecharge tenaga untuk esok hari.

Suasana pengakuan dosa

Walau memang hari ini paling rohani di antara lainnya dan diadakan sesi-sesi khusus, tapi gue justru merasakan kerohanian itu lewat berbagai peristiwa yang gue alami hari ini. Okeh, ini tiba-tiba mendadak religius. Di balik keluhan karena fisik gue yang lelah, gue melihat kebesaran dan mencari kekuatan dari-Nya. Tuhan sepertinya punya cara tersendiri untuk lebih mendekatkan diri dengan umatnya.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About

About
Big chunks of travel stories and sprinkles of everything else.

Destinations

  • Andorra
  • Asia
  • Bali
  • Bandung
  • Czech Republic
  • Europe
  • France
  • Germany
  • Hong Kong
  • Indonesia
  • Italy
  • Macau
  • Malaysia
  • Manado
  • Netherlands
  • North Korea
  • Portugal
  • Singapore
  • South Korea
  • Spain
  • Switzerland
  • United Kingdom
  • Yogyakarta

Archive

  • ▼  2019 (1)
    • ▼  December (1)
      • 2019: The 'See You's and 'Hello's
  • ►  2017 (16)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  June (5)
    • ►  May (4)
    • ►  March (4)
    • ►  January (1)
  • ►  2016 (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (140)
    • ►  December (3)
    • ►  November (4)
    • ►  October (12)
    • ►  September (10)
    • ►  August (5)
    • ►  July (13)
    • ►  June (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (5)
    • ►  February (81)
Powered by Blogger.

Top Reads

  • 2017 Year-End Note: A Story of Gratitude and Other Life Lessons
    These past two years have been the greatest years I've ever had. I had been wanting to write this last year, but I just got the chan...
  • Japan Winter Trip, Day 1 (Jan 19, 2017) - Tokyo
    Japan has been on the top of my travel destinations bucket list. I don't know why, but everything about Japan is very appealing to...
  • Japan Winter Trip, Day 8 (Jan 26, 2017) - Universal Studios, Osaka
    So here comes the very last day of the whole trip. I felt a bit sad but more excited because we were going to Universal Studios Osaka! My...
  • Japan Winter Trip, Day 2 (Jan 20, 2017) - Tokyo Disney Sea
    Going to Disney amusement park is the day I've been waiting the most. I've experienced Hong Kong Disneyland twice and wonder how ...
  • Japan Winter Trip, Day 5 (Jan 23, 2017) - Tokyo Disneyland
    Last day in Tokyo, I spent it at the known as happiest place on earth, Disneyland. Based on my experience going to Disney Sea, I made a h...

Instagram

Created With By ThemeXpose & Blogger Templates