Halo, semuanya! Perkiraan gue kalo nggak bakal pergi kemana-mana tahun ini ternyata salah. Menuju akhir tahun, justru gue melakukan perjalanan 'besar'. Setelah bersenang-senang dengan teman-teman kantor bulan September kemarin di Jogja, awal Oktober ini gue pergi ke... Manado! Kok random banget ya? Ngapain sih gue sebenernya? Tujuan utama gue ke sini bukan untuk jalan-jalan, melainkan ikut sebagai peserta di Indonesian Youth Day (IYD) 2016. Buat yang nggak tau IYD itu apa, intinya ini merupakan acara pertemuan Orang Muda Katolik (OMK) se-Indonesia. IYD tahun ini yang dilaksanakan di Manado dari tanggal 1 - 6 Oktober 2016 merupakan IYD yang kedua, di mana yang pertama dilaksanakan pada tahun 2012 di Sanggau, Kalimantan. Untuk lebih lengkapnya, silahkan mampir ke iyd2016-manado.net.
Jujur ya, gue sendiri tadinya nggak tau IYD itu apa. Baru tau ya pas diajakin sama kak Niza, anak OMK paroki gue. Keputusan gue ikut sesimpel itu.
Kak Niza: "Nada mau ikutan Indonesian Youth Day nggak?"
Gue: "Di mana?"
Kak Niza: "Manado."
Gue: (tanpa pikir panjang) "Iya, boleh!"
Dapat disimpulkan alasan gue ikut adalah karena tempat penyelenggarannya belum pernah gue kunjungin sama sekali. Maklum, anaknya mure banget kalo diajakin ke tempat yang belum pernah dikunjungin. Kan sekalian bisa explore gitu maksudnya.
Masing-masing paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mengirimkan 2 perwakilan OMK untuk menjadi peserta IYD. Namun karena ada kuota yang tidak terpakai, paroki gue, Santo Matius Penginjil Bintaro, mengirimkan 3 perwakilan, yaitu gue, Sasha, dan Fiona. Mendadak kita langsung dikenal dengan 3 OMK-wati berhubung cewek semua, hehe.
Sebelum keberangkatan, sebagai kegiatan pra-IYD dan untuk persiapan, KAJ mengadakan 2 kali rekoleksi. Rekoleksi pertama diadakan tanggal 17 Juli 2016 di Aula SD Santa Maria, Juanda dan yang kedua diadakan tanggal 3-4 September 2016 di Wisma Salam, Klender.
Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Tibalah di mana saatnya kita berangkat. Kontingen Jakarta, yang terdiri dari 134 orang terbagi ke dalam 2 kloter keberangkatan, 30 September dan 1 Oktober. Gue kebagian di kloter 2. Tadinya udah mau nyicil packing dari beberapa hari sebelumnya berhubung mau pergi agak lama. Namun kenyataannya, gue baru packing beberapa jam sebelum berangkat. Karena flight nya jam 04.45 subuh, kita diminta dateng jam 2 dini hari. Eh, tiba-tiba dimajuin jadi jam 1! Dan sempet-sempetnya pulang magang, gue masih karaoekan dulu sampe jam 9 malem. Sampe rumah, karena mata udah pedes banget, gue istirahat dulu sejam. Abis itu kerempongan packing dimulai. Alhasil, jam 1 gue baru berangkat. Terima kasih berkat adanya tol Meruya, jam 01.30 gue udah sampe di Bandara Soekarno-Hatta Terminal 1C. Dari jauh, udah keliatan pasukan Jakarta pada pakai jaket orange seragam jadi gampang nyarinya. Sebagian besar udah pada kumpul dan masih nunggu beberapa orang lagi. Setelah melewati berbagai perintilan, berangkatlah kita menuju Manado bersama kontingen Bogor. Kloter pertama barengan sama kontingen Purwokerto. Lalu gue pun tertidur pulas selama di pesawat..
Sekitar pukul 09.15 WITA, tibalah kami di Bandara Sam Ratulangie Manado. Kita langsung bergegas ambil bagasi. Berasa artis diliatin orang-orang di bandara berkat jaket orange kita. Sambil menunggu bagasi, ada penampilan musik dari OMK Manado yang menghibur. Langsung kerasa bukan di Jakarta lagi.
Urusan bagasi selesai, kita menuju ke luar. Wih, udah ada panitia dan OMK yang menyambut kita! Rame banget suasananya. Secara simbolis, perwakilan dari Jakarta dikalungkan bunga dan sisanya dikasih bros bunga segar. Kita juga dibagikan sticker untuk penomoran tas.
Aldo dan Joan, perwakilan OMK Kokoleh yang menyambut |
Kegiatan live-in merupakan kegiatan yang mengawali rangkaian acara IYD di mana peserta tinggal di rumah warga. Anak Jakarta ditempatkan di pinggiran Manado. Kloter 1 kebagian di Paroki St. Fransiskus Xaverius Guaan (pegunungan) dan kloter 2 kebagian di Paroki St. Fransiskus De Sales Kokoleh (pantai). Paroki Kokoleh terdiri dari 17 stasi, dan gue ditempatkan di stasi Tarabitan bersama 4 orang lainnya, yaitu Fr. Agung, Nella, Pras, dan Mas Tete. Masing-masing kelompok diantar dengan satu mobil bersama ketua stasi menuju tempat makan. Di dalam mobil gue ada Om Samuel yang nyetir dan Om Albert sang ketua stasi.
Di perjalanan, kita ngobrol-ngobrol. Tapi gw rada nggak fokus antara ngantuk dan dengerin lagu yang dipasang di mobil. Ternyata, selain lagu Batak, lagu Sulawesi juga enak-enak banget! Belom-belom udah kepengen joged. Sambil ngeliatin pemandangan sekitar, gw perhatiin gereja banyak banget, udah kayak mini market di sini yang tiap beberapa meter ada. Wajar aja, penduduk Manado mayoritas beragama Kristen dan punya berbagai aliran.
Sebagai tujuan pertama, kita menuju sebuah tempat pemancingan untuk makan. Pemiliknya merupakan salah satu warga paroki Kokoleh. Di sini kita duduk-duduk santai sambil menikmati snack yang disediakan. Di kala menunggu makan siang yang sebenarnya, diisi acara dadakan dari teman-teman OMK sampai para romo.
Penantian berlalu, satu per satu makanan mulai tersaji di meja yang udah ditaruh daun pisang di atasnya. Mata gue langsung melek seketika sekaligus nelen ludah liat makanan-makanan yang ada. Ikan, sayur, sambel, semua sedep banget keliatannya! Langsung lah ya setelah berdoa semua merapat ke meja makan.
Udah duduk manis, tiba-tiba muncullah babi dimasak pedes yang belum pernah gue coba sebelumnya. Pas mau diambil, kok lemak semua? Susah banget nyari dagingnya. Bodo lah, ambil aja dulu. Mau nangis rasanya makan siang saat itu karena enaaak banget. Kangkungnya, ikannya, babinya. Sambelnya itu loh mantep banget, seger pedes gimana gitu. Walau bikin gue meler tapi super nagih! Tengah-tengah makan, tetiba disodorin Saut, batang pisang yang dicampur babi. Gue rada kurang suka sama yang ini. Lalu seorang teman ada yang dapet daging babi pedes yang tadi dan menawarkannya ke gue. Mana bisa nolak. Dan ternyata.. enak banget ya Tuhankuuu (mau nangis part kedua). Jauh lebih enak dari lemaknya.
Sambil menikmati makan siang, ada panitia yang nyanyi lagu-lagu Sulawesi diiringin organ. Serasa lagi di Lapo dan pas banget hari sebelumnya gue baru aja makan di sana. Setelah rombongan KAJ selesai makan, baru deh giliran panitia yang makan. Cara mereka makan unik karena langsung makan pakai tangan di atas daun pisang tanpa piring.
Selesai makan, kita menuju Paroki Kokoleh. Di dalam mobil, kenyang, angin semriwing, hmm tau dong lanjutannya apa. Yak, gue tertidur di perjalanan. Udah nggak kuat lagi. Tau-tau udah sampai dan masih dalam keadaan setengah sadar, gue harus turun dari mobil. Gilak, panasnya puol! Senyengat itu dan semua langsung pada pake jaket orange menterengnya masing-masing buat melawan panas.
Disambut bapak camat dan beberapa laki-laki yang berpakaian adat, gue segera menyadarkan diri karena berasumsi mereka akan nari. Dan bener aja, mereka menarikan Tari Kabasaran sebagai tarian penyambutan. Kita digiring sampai ke paroki dan tarian dilanjutkan di sana.
Setelah itu kita dikumpulin di aula paroki untuk sambutan lagi dan simbolis pembagian name tag. Biar semangat, kita nariin theme song IYD 2016. Perasaan baru aja makan, eh kita diarahkan ke luar untuk snack. Di antara makanan lainnya, pisang sambal roa nya paling menarik perhatian. Kalo yang pernah gue cobain di Jakarta, pisangnya tebel digoreng pake tepung dan sambal roanya padat kering. Di sini, mereka pake pisang goroho yang digoreng tipis terus sambalnya agak cair macem sambal matah. Rasanya? Endeus banget ya ampun tapi berhubung kenyang jadi agak bisa nahan.
Lalu kita beranjak menuju stasi masing-masing. Jalannya kayak menuju puncak, kecil, tapi kosong jadi super ngebut. Mendekati stasi Tarabitan, kita ngelewatin resort La Merry dan Kinaari yang dari jauh udah keliatan warna-warni. Kepo banget sih gue pengen masuk liat dalemnya.
Mobil kita berhenti di depan gereja stasi Tarabitan. Kita dikumpulkan di sebuah bangunan di sebelah gereja untuk bertemu keluarga live-in. Belum-belum udah disediain Nutrisari dan setoples biskuit. Basa-basi singkat, dikeluarkanlah mangga sebaskom. Daku pun tak bisa menolak begitu udah dipotong. Seger banget keliatannya! Mangga ini namanya mangga dodol. Rasanya perpaduan mangga gedong sama harum manis. Enak! Mendadak langsung doyan mangga jenis ini.
Acara ramah-tamah sebenarnya diadakan nanti malam. Jadi, setelah pengantar singkat sekitar setengah jam, kita menuju rumah masing-masing. Gue tinggal di kediaman Bapak Recki. Tapi yang menjemput gue hanya istrinya, Bu Agustin, dan anak mereka, Iven, yang masih kecil berumur 3 tahun. Rumah Pak Recki paling deket sama gereja, cuma beberapa meter di belakangnya. Di rumah ada Pak Recki dan ibunya Pak Recki. Salam-salaman, lalala, lilili, gue izin tidur siang. Udah bukan tidur siang lagi sih namanya berhubung udah jam setengah 5. Jam 7 malam kita berkumpul lagi di gereja untuk ibadat dan doa rosario. Lumayan bisa istirahat bentar 1-1,5 jam.
Sekitar jam 6 kurang gue bangun untuk mandi, lalu ada orang tua lain lagi. Gue baru salaman aja, belum tau dia siapa (cerita silsilah keluarga lengkap ada di postingan berikutnya). Habis mandi, karena belum waktunya, gue ikutan kumpul di ruang belakang. Keluarga ini lagi pada sibuk bakar ikan. Pekerjaan pak Recki nelayan jadi semua ikan itu hasil tangkapan sendiri. Kalo ikan-ikan ini dimakan cuma buat seisi rumah ini aja, kok banyak banget pikir gue. Kerjasama membakar ikan ini yang bikin gue senyum-senyum sendiri. Para ibu-ibu bergantian ngipasin, si pak Recki ngebantu penerangan pakai lampu yang dipakai di kepalanya sambil nambah arang.
Jam 7 kurang udah ada suara-suara dari gereja. Begitu dateng, loh kok kayaknya ibadat udah mulai agak lama. Entahlah, lanjut aja. Untung rosario-nya masih kebagian full walaupun gue hampir ketiduran karena masih ngantuk. Ibadat dan rosario dipimpin oleh salah satu umat. Ketika kita lagi ibadat, umat Kristen di seberang juga sedang melaksanakan ibadah. Dari saat sampai di Manado pagi tadi, emang udah ditekankan kerukunan antar umat beragama di Manado sangat terasa. Selesai ibadat, karena yang datang nggak cuma umat yang menampung kita, gue dan teman-teman pun memperkenalkan diri.
Abis itu, saatnya makan malam! Ternyata oh ternyata, ikan yang tadi dimasak keluarga gue tersaji di meja. Pantes aja masaknya banyak. Sekilas tampak sama, tapi ternyata ikannya nggak cuma satu jenis. Belum genap sehari di sini gue udah nyobain beberapa jenis sambal dan ikan.
Baru beberapa jam ketemu, tapi suasana malam itu begitu cair dan akrab. Baru sadar, OMK-nya ya cuma kita ini yang dari Jakarta. OMK stasi Tarabitan ada di kota untuk studi dan kerja. Mereka yang ada di sini udah bapak-bapak dan ibu-ibu, bisa dibilang warga senior, serta anak-anak.
Malam semakin larut, acara ramah-tamah bubar, dan kami kembali menuju rumah masing-masing. Keluarga gue udah siap-siap istirahat, gue pun berpamitan tidur juga. Ada 2 kamar di rumah ini, salah satunya yang gue pakai. Mereka bakal jadi satu di kamar sebelah lah pikir gue. Tapi nyatanya mereka ngeluarin kasur di depan ruang TV dan mereka tidur di situ. Aduh, kan gue jadi nggak enak. Sedari tadi, semua yang menyambut kita sebagai tamu memperlakukan kita dengan sangat baik. Apalagi di rumah ini. Siapa sih gue, hanya sekedar orang asing yang numpang tinggal tapi mereka menerima dengan ikhlas dan berusaha memberikan yang terbaik di tengah keterbatasannya. *kasih emoji terharu di sini*
Di perjalanan, kita ngobrol-ngobrol. Tapi gw rada nggak fokus antara ngantuk dan dengerin lagu yang dipasang di mobil. Ternyata, selain lagu Batak, lagu Sulawesi juga enak-enak banget! Belom-belom udah kepengen joged. Sambil ngeliatin pemandangan sekitar, gw perhatiin gereja banyak banget, udah kayak mini market di sini yang tiap beberapa meter ada. Wajar aja, penduduk Manado mayoritas beragama Kristen dan punya berbagai aliran.
Sebagai tujuan pertama, kita menuju sebuah tempat pemancingan untuk makan. Pemiliknya merupakan salah satu warga paroki Kokoleh. Di sini kita duduk-duduk santai sambil menikmati snack yang disediakan. Di kala menunggu makan siang yang sebenarnya, diisi acara dadakan dari teman-teman OMK sampai para romo.
Penantian berlalu, satu per satu makanan mulai tersaji di meja yang udah ditaruh daun pisang di atasnya. Mata gue langsung melek seketika sekaligus nelen ludah liat makanan-makanan yang ada. Ikan, sayur, sambel, semua sedep banget keliatannya! Langsung lah ya setelah berdoa semua merapat ke meja makan.
Sambal Dabu-dabu yang sangat menggiurkan |
Udah duduk manis, tiba-tiba muncullah babi dimasak pedes yang belum pernah gue coba sebelumnya. Pas mau diambil, kok lemak semua? Susah banget nyari dagingnya. Bodo lah, ambil aja dulu. Mau nangis rasanya makan siang saat itu karena enaaak banget. Kangkungnya, ikannya, babinya. Sambelnya itu loh mantep banget, seger pedes gimana gitu. Walau bikin gue meler tapi super nagih! Tengah-tengah makan, tetiba disodorin Saut, batang pisang yang dicampur babi. Gue rada kurang suka sama yang ini. Lalu seorang teman ada yang dapet daging babi pedes yang tadi dan menawarkannya ke gue. Mana bisa nolak. Dan ternyata.. enak banget ya Tuhankuuu (mau nangis part kedua). Jauh lebih enak dari lemaknya.
Sambil menikmati makan siang, ada panitia yang nyanyi lagu-lagu Sulawesi diiringin organ. Serasa lagi di Lapo dan pas banget hari sebelumnya gue baru aja makan di sana. Setelah rombongan KAJ selesai makan, baru deh giliran panitia yang makan. Cara mereka makan unik karena langsung makan pakai tangan di atas daun pisang tanpa piring.
Selesai makan, kita menuju Paroki Kokoleh. Di dalam mobil, kenyang, angin semriwing, hmm tau dong lanjutannya apa. Yak, gue tertidur di perjalanan. Udah nggak kuat lagi. Tau-tau udah sampai dan masih dalam keadaan setengah sadar, gue harus turun dari mobil. Gilak, panasnya puol! Senyengat itu dan semua langsung pada pake jaket orange menterengnya masing-masing buat melawan panas.
Disambut bapak camat dan beberapa laki-laki yang berpakaian adat, gue segera menyadarkan diri karena berasumsi mereka akan nari. Dan bener aja, mereka menarikan Tari Kabasaran sebagai tarian penyambutan. Kita digiring sampai ke paroki dan tarian dilanjutkan di sana.
Setelah itu kita dikumpulin di aula paroki untuk sambutan lagi dan simbolis pembagian name tag. Biar semangat, kita nariin theme song IYD 2016. Perasaan baru aja makan, eh kita diarahkan ke luar untuk snack. Di antara makanan lainnya, pisang sambal roa nya paling menarik perhatian. Kalo yang pernah gue cobain di Jakarta, pisangnya tebel digoreng pake tepung dan sambal roanya padat kering. Di sini, mereka pake pisang goroho yang digoreng tipis terus sambalnya agak cair macem sambal matah. Rasanya? Endeus banget ya ampun tapi berhubung kenyang jadi agak bisa nahan.
Lalu kita beranjak menuju stasi masing-masing. Jalannya kayak menuju puncak, kecil, tapi kosong jadi super ngebut. Mendekati stasi Tarabitan, kita ngelewatin resort La Merry dan Kinaari yang dari jauh udah keliatan warna-warni. Kepo banget sih gue pengen masuk liat dalemnya.
Mobil kita berhenti di depan gereja stasi Tarabitan. Kita dikumpulkan di sebuah bangunan di sebelah gereja untuk bertemu keluarga live-in. Belum-belum udah disediain Nutrisari dan setoples biskuit. Basa-basi singkat, dikeluarkanlah mangga sebaskom. Daku pun tak bisa menolak begitu udah dipotong. Seger banget keliatannya! Mangga ini namanya mangga dodol. Rasanya perpaduan mangga gedong sama harum manis. Enak! Mendadak langsung doyan mangga jenis ini.
Acara ramah-tamah sebenarnya diadakan nanti malam. Jadi, setelah pengantar singkat sekitar setengah jam, kita menuju rumah masing-masing. Gue tinggal di kediaman Bapak Recki. Tapi yang menjemput gue hanya istrinya, Bu Agustin, dan anak mereka, Iven, yang masih kecil berumur 3 tahun. Rumah Pak Recki paling deket sama gereja, cuma beberapa meter di belakangnya. Di rumah ada Pak Recki dan ibunya Pak Recki. Salam-salaman, lalala, lilili, gue izin tidur siang. Udah bukan tidur siang lagi sih namanya berhubung udah jam setengah 5. Jam 7 malam kita berkumpul lagi di gereja untuk ibadat dan doa rosario. Lumayan bisa istirahat bentar 1-1,5 jam.
Kediaman Bapak Recki |
Jam 7 kurang udah ada suara-suara dari gereja. Begitu dateng, loh kok kayaknya ibadat udah mulai agak lama. Entahlah, lanjut aja. Untung rosario-nya masih kebagian full walaupun gue hampir ketiduran karena masih ngantuk. Ibadat dan rosario dipimpin oleh salah satu umat. Ketika kita lagi ibadat, umat Kristen di seberang juga sedang melaksanakan ibadah. Dari saat sampai di Manado pagi tadi, emang udah ditekankan kerukunan antar umat beragama di Manado sangat terasa. Selesai ibadat, karena yang datang nggak cuma umat yang menampung kita, gue dan teman-teman pun memperkenalkan diri.
Abis itu, saatnya makan malam! Ternyata oh ternyata, ikan yang tadi dimasak keluarga gue tersaji di meja. Pantes aja masaknya banyak. Sekilas tampak sama, tapi ternyata ikannya nggak cuma satu jenis. Belum genap sehari di sini gue udah nyobain beberapa jenis sambal dan ikan.
Baru beberapa jam ketemu, tapi suasana malam itu begitu cair dan akrab. Baru sadar, OMK-nya ya cuma kita ini yang dari Jakarta. OMK stasi Tarabitan ada di kota untuk studi dan kerja. Mereka yang ada di sini udah bapak-bapak dan ibu-ibu, bisa dibilang warga senior, serta anak-anak.
Malam semakin larut, acara ramah-tamah bubar, dan kami kembali menuju rumah masing-masing. Keluarga gue udah siap-siap istirahat, gue pun berpamitan tidur juga. Ada 2 kamar di rumah ini, salah satunya yang gue pakai. Mereka bakal jadi satu di kamar sebelah lah pikir gue. Tapi nyatanya mereka ngeluarin kasur di depan ruang TV dan mereka tidur di situ. Aduh, kan gue jadi nggak enak. Sedari tadi, semua yang menyambut kita sebagai tamu memperlakukan kita dengan sangat baik. Apalagi di rumah ini. Siapa sih gue, hanya sekedar orang asing yang numpang tinggal tapi mereka menerima dengan ikhlas dan berusaha memberikan yang terbaik di tengah keterbatasannya. *kasih emoji terharu di sini*
Waktu baru menunjukkan pukul setengah 10, tapi rasanya teler parah. Maklum, malam sebelumnya bisa dibilang nggak tidur dan di pesawat tidur ala kadarnya. Alah, emang dasarnya gue kebo juga.
Dan malam itu gue pun tidur dengan nyenyak saking lelahnya.
Dan malam itu gue pun tidur dengan nyenyak saking lelahnya.